Langsung ke konten utama

Dibalik Gelar S3 DR. Tiromsi, Ada Skenario Pembunuhan Suami Demi Klaim Asuransi Rp. 500 Juta


Dibalik Gelar S3 DR. Tiromsi, Ada Skenario Pembunuhan Suami Demi Klaim Asuransi Rp. 500 Juta

Kisah ini adalah tentang sebuah pengkhianatan fatal yang diselimuti oleh gelar akademik dan profesi terhormat. Ini adalah kisah tentang Dr. Tiromsi Sitanggang, seorang dosen hukum dan notaris di Medan, yang didakwa menjadi otak di balik pembunuhan berencana terhadap suaminya sendiri, Rusman Maralen Situngkir.

I. Sang Dosen dan Perencanaan Maut (Motif dan Modus)
Latar Belakang Kehidupan Ganda

Dr. Tiromsi Sitanggang, S.H., M.H., M.Kn., adalah sosok yang dihormati di lingkungan akademisi hukum. Namun, di balik citra terhormat itu, tersimpan rencana gelap. Kisah ini dimulai dengan motif yang dingin: harta.

- Pemicu Kejahatan: Sekitar sebulan sebelum tragedi, Tiromsi diam-diam mendaftarkan suaminya, Rusman, ke dalam polis asuransi jiwa dengan nilai klaim fantastis, mencapai sekitar Rp 500 juta. Motif keuangan ini menjadi fondasi utama bagi kejahatan yang akan ia lakukan.
- Melibatkan Orang Dekat: Untuk melaksanakan rencana keji ini, Tiromsi diduga melibatkan orang kepercayaannya, Grippa Sihotang, sopir pribadinya yang kini menjadi buronan. Ada indikasi hubungan khusus antara Tiromsi dengan sopirnya tersebut, yang semakin menguatkan unsur persekongkolan.
- Pelaksanaan: Pada Maret 2024, di rumah mereka sendiri di Medan Helvetia, aksi itu dilakukan. Tiromsi diduga kuat menggunakan racun atau bahan tertentu untuk melumpuhkan suaminya sebelum menghabisinya. Ia memastikan para pekerja dan karyawan tidak berada di lokasi saat eksekusi dilakukan.

Rekayasa Kecelakaan

Setelah kematian Rusman, Tiromsi bergerak cepat untuk menutupi jejaknya, mengandalkan pengetahuan hukumnya untuk memanipulasi fakta.
- Skenario Palsu: Tiromsi menciptakan skenario kematian palsu, menyatakan bahwa suaminya tewas akibat kecelakaan lalu lintas (laka lantas) tabrak lari.
- Upaya Keras Menghilangkan Bukti: Tiromsi membersihkan tempat kejadian perkara (TKP) di dalam rumahnya, berusaha keras menghilangkan semua bukti fisik yang dapat menghubungkannya dengan pembunuhan tersebut.

II. Terbongkarnya Kebohongan (Penyidikan dan Bukti Forensik)

Rencana Tiromsi yang tampak sempurna mulai retak ketika pihak keluarga korban dan kepolisian mencium adanya kejanggalan.

Kejanggalan dan Kecurigaan Keluarga

- Luka yang Tidak Sesuai: Pihak keluarga korban curiga karena luka-luka di tubuh Rusman (di kepala, tangan, dan bibir) dinilai tidak wajar dan tidak konsisten dengan pola luka akibat kecelakaan tabrak lari. Tidak ada tanda-tanda gesekan atau seretan yang lazim terjadi pada korban laka lantas.

Intervensi Forensik

Polisi mengambil tindakan krusial dengan melakukan ekshumasi (penggalian kembali jenazah) Rusman. Hasilnya mengonfirmasi kecurigaan keluarga:

- Penemuan Vital: Pemeriksaan forensik menguatkan bahwa luka-luka korban adalah akibat kekerasan, bukan kecelakaan.
- Bercak Darah Pengkhianat: Tim Labfor menemukan bercak-bercak darah di dalam rumah, termasuk di lemari kamar belakang. Ketika dikonfrontasi, Tiromsi mencoba mengelabui penyidik dengan dalih itu adalah darah menstruasinya. Namun, hasil tes laboratorium menampik klaim tersebut, membuktikan darah itu milik korban.
- Kesaksian Penting: Seorang kuli bangunan yang bekerja di dekat rumah tersebut memberikan kesaksian bahwa ia sempat mendengar teriakan minta tolong dari kediaman korban pada saat kejadian, menguatkan bahwa pembunuhan terjadi di dalam rumah.

Akhirnya, dengan bukti darah dan ketidaksesuaian luka, motif Tiromsi untuk mencairkan klaim asuransi pun gagal total, dan ia resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana.

III. Perjalanan Hukum dan Tuntutan Keadilan (Proses Pengadilan)

Kasus yang melibatkan seorang dosen hukum ini menarik perhatian publik dan melalui serangkaian proses hukum yang ketat.

Di Hadapan Pengadilan

- Tuntutan JPU: Jaksa Penuntut Umum (JPU) meyakini Tiromsi terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP. Karena perencanaan yang matang dan motif yang keji, JPU mengajukan tuntutan paling maksimal: Hukuman Mati.
- Fakta yang Memberatkan: Selama persidangan, terungkap fakta yang memberatkan: perencanaan matang, motif harta, upaya rekayasa dan kebohongan, serta profesinya sebagai akademisi hukum yang seharusnya menjunjung tinggi kebenaran justru melanggar hukum secara brutal.
- Vonis PN Medan: Pada Juli 2025, Pengadilan Negeri (PN) Medan memvonis Tiromsi Sitanggang dengan hukuman 18 Tahun Penjara.

Peningkatan Hukuman dan Upaya Kasasi

- Banding: Merasa putusan 18 tahun belum memenuhi rasa keadilan, JPU dan kuasa hukum korban mengajukan banding. Pengadilan Tinggi (PT) Medan menyambut baik banding tersebut dan memperberat vonis Tiromsi menjadi 20 Tahun Penjara.
- Kasasi ke MA (Status Terkini): Tidak puas dengan vonis 20 tahun, JPU dan keluarga korban kembali mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung (MA). JPU berharap MA menjatuhkan hukuman yang lebih berat, sesuai tuntutan awal mereka (Hukuman Mati), atau setidaknya Penjara Seumur Hidup, sebagai penegasan keadilan atas tindak pembunuhan berencana yang dilakukan dengan motif serakah dan rekayasa.

Saat ini, Dr. Tiromsi Sitanggang menanti keputusan akhir dari Mahkamah Agung, yang akan menentukan nasib akhir dari dosen hukum yang berubah menjadi pelaku kejahatan keji ini.

IV. Refleksi Kasus Tiromsi Sitanggang

Kasus ini menyajikan pelajaran yang keras mengenai moralitas, ambisi, dan penegakan hukum:

1. Erosi Moralitas Intelektual:
- Penyalahgunaan Ilmu: Seorang dosen hukum justru menggunakan pengetahuannya untuk merencanakan dan merekayasa tindak pidana serius. Ini menunjukkan bahwa gelar dan intelektualitas tidak menjamin integritas moral.
- Pengkhianatan Absolut: Pembunuhan pasangan hidup sendiri demi harta merefleksikan kehancuran moral dan ikatan suci pernikahan.

2. Bahaya Keserakahan Material:
- Motif Harta: Kasus ini adalah cerminan tragis dari bagaimana ambisi uang (klaim asuransi) dapat membuat nyawa manusia dianggap remeh.
- Kegagalan Pahit: Tiromsi gagal mendapatkan uang asuransi dan malah kehilangan kebebasan. Keserakahan berujung kerugian total.

3. Kemenangan Sains dan Hukum:
- Peran Forensik: Kasus ini menegaskan bahwa kebenaran akan terungkap melalui ilmu pengetahuan. Rekayasa "kecelakaan" gagal total karena bukti forensik (ekshumasi, bercak darah) yang teliti.
- Integritas Hukum: Upaya gigih JPU hingga Kasasi menunjukkan komitmen sistem hukum untuk menghukum kejahatan serius setimpal, terlepas dari status sosial terdakwa.

Refleksi utamanya adalah: Keserakahan, meskipun diselimuti oleh kecerdasan, selalu gagal mengalahkan kebenaran dan keadilan.

Komentar